Bahagia Bukan dengan Asmara

Kebahagiaan yang sesungguhnya adalah dengan sibuk kepada Allah SWT. Terus-menerus berupaya memperdalam cinta, dan mengharapkan dicintai oleh-Nya.


Saya termasuk orang yang sangat tidak percaya kebahagiaan datang bagi para pemuja cinta. Baik yang ‘cinta beruk/monyet’, punya pacar, hingga yang berlebihan cinta kepada suami atau istrinya. Mereka sebenarnya tidak bahagia. Sungguh semu dan hanya berpura-pura. Silakan saudara periksa dan renungkan sendiri dengan sejujurnya.

Apakah mungkin kebahagiaan datang dari si cinta monyet, pacar, suami atau istri kita? Tidak. Karena jangankan membahagiakan kita, ia sendiri belum tentu bahagia. Orang yang dicintai mungkin saja menjadi jalan bagi kebahagiaan kita, tetapi tidak mungkin sebagai sumber kebahagiaan.

Yang menjadi jalan kebahagiaan itu ada beraneka ragam. Bisa melalui pasangan, anak, orangtua, dan lain-lain. Juga binatang piaraan, seperti kucing. Misalkan ketika kita memberi makan kucing. Lahap makannya si meong dapat membuat kita bahagia. Atau saat kita sedang berada dalam antrian ke lima di toilet, dan tiba-tiba tiga pengantri di depan kita dipanggil temannya. Teman mereka ini hanyalah jalan sebagian pelipur kegelisahan kita yang hampir tak kuat ingin buang air.

Nah, kucing yang mendatangi kita, yang lalu dengan lahap menikmati makanan yang kita berikan, serta orang yang memanggil tiga pengantri di depan kita di toilet tadi, digerakkan atau bergerak dengan izin Allah SWT.

Dia-lah yang menciptakan, memiliki, dan mengatur kebahagiaan. Dia-lah sumber kebahagiaan sejati kita. Amat mudah bagi Allah SWT kalau ingin membuat kita bahagia. Oleh sebab itu, jangan pernah dan tidak boleh mengharapkan kebahagiaan dari selain-Nya.

Kebahagiaan yang sesungguhnya adalah dengan sibuk kepada Allah SWT. Terus-menerus berupaya memperdalam cinta, dan mengharapkan dicintai oleh-Nya. Sebaiknya, cinta kepada makhluk mesti ditempatkan jauh di bawah cinta kepada Allah. Di tempat yang hanya layak untuk makhluk.

Apabila cinta kepada makhluk sudah berlebihan, apalagi dengan cara-cara yang tidak halal, maka semakin jauhlah kita dari bahagia. Contohnya orang yang pacaran. Pikiran, uang dan waktunya akan boros. Pemborosan demi pemborosan yang membuat hidup menderita dan gelisah, termasuk pula dosanya. Padahal dosa itulah yang membuahkan ketidakbahagiaan.

Betapa cinta yang berlebihan terhadap makhluk akan melalaikan kita dari-Nya. Semakin jauh hati kita terpaut kepada makhluk, semakin jauh pula kita dari bahagia yang sesungguhnya. Jadi, janganlah tertipu oleh asmara. Karena yang membahagiakan hanyalah Allah SWT.

Kepada istri atau suami tidak perlu mendayu-dayu berpuisi, misalnya. Yang biasa saja. Jika ingin, sampaikanlah padanya bahwa kita cuma manusia biasa, yang cepat atau lambat juga pasti mati. Hanyalah jalan bagi sebagian rezeki dan kebahagiaan. Sedangkan pemilik, pemberi, penolong, penjaga dan yang menyayanginya melebihi siapa pun, sepenuhnya hanyalah Allah SWT.

Nah, saudaraku, tugas seorang suami bukanlah supaya istri mencintainya. Tetapi supaya dia mencintai penciptanya, Allah SWT. Itulah tugas terpenting dari seorang suami. Jadi tidak usah lebay berasmara, dan hati-hatilah terhadap dosa. Mohonlah segera ampunan-Nya untuk semua dosa yang sudah pernah diperbuat atas nama asmara maupun ‘cinta monyet’ kita pada masa lalu.

Share this

Related Posts