Jadikanlah dakwah sebagai sesuatu yang membahagiakan. Yakni mengawalinya dengan kerinduan terhadap keselamatan dan kebahagiaan orang lain.
Ini hanya sebuah ilustrasi. Umpamakan saudara memegang barang yang sangat berharga, seperti intan. Intan yang asli, bukan imitasi maupun nama orang. Saudara yakin intan itu benar-benar bagus dan berharga. Lalu, ada orang yang menghina, “Eh, itu terasi!”
Kalau sudah mengetahui dan yakin bahwa yang dipegang adalah intan, maka perlukah kita tersinggung dan marah atas hinaannya? Tidak! Karena yang dia ketahui baru terasi. Apalagi malah menyulut petasan di mulutnya. Kapan dia bisa mengetahui intan, jika dia sudah meledak? Bagusnya kita dekati dia dengan baik, dan tunjukkan betapa sangat berharganya intan.
Hal serupa kita mengetahui adanya fenomena islamofobia di sebagian masyarakat yang belum memahami Islam. Di beberapa negara, Islam dianggap agama yang mengerikan dan penuh kekerasan. Kata “teroris” ditujukan kepada Islam. Saat ada bom di gereja, Islam pun langsung menjadi alamat.
Terhadap semuanya itu kita harus tetap tenang. Berbaik sangka kepada Allah, bahwa apa pun takdir dari-Nya pasti baik. Karena kalau tauhid kita kokoh, maka sebetulnya tidak akan merasa terhina atas hinaan siapa pun. Tidak merasa terpojok disudutkan siapa pun, dan tidak merasa rendah diremehkan siapa pun.
Dakwah harus benar-benar diawali dengan kasih sayang. Kita ingat bagaimana kisah seorang pelacur yang memberi minum seekor anjing yang sedang kehausan. Ketika memberi minum anjing, tidak seorang pun melihatnya, dan pelacur itu juga tidak meminta imbalan dari anjing. Mungkin tetangganya masih menganggap dia pelacur yang terkutuk. Tapi Allah Maha Melihat, dan Allah mengampuni dosa-dosanya.
Juga kisah seorang yang telah membunuh 99 orang, dan mau belajar bertobat. Lalu, ada seseorang yang bukannya mengajari, tapi malah mengutuknya dengan mengatakan bahwa Allah tidak akan menerima tobatnya. Maka jadilah pengutuknya itu menjadi korban yang ke 100. Akhirnya si pembunuh bertemu seorang alim yang bersedia mengajarinya bertobat. Tidak lama kemudian ajal si pembunuh datang. Ternyata Allah menghapus dosanya, karena Allah Mahatahu segalanya. Allah Maha Pengampun.
Kalau begitu, bagaimana mungkin kita mau memvonis setiap orang, sedangkan Allah lebih sayang kepada makhluk-Nya? Saya berharap kalau kita mau terjun berdakwah, awalilah dengan kasih sayang. Kita berupaya agar orang lain selamat dan bahagia, bukan sebaliknya. Betapa pun seseorang menyakiti, tetaplah jauhi hidup yang penuh kebencian. Kita hanya membenci apa yang dibenci oleh Allah.
Ketika melihat seseorang berlumur dosa, maka kita berdoa dan harapkan dia bisa tobat. Seperti jangan mencaci orang yang tubuhnya penuh tato. Nanti kita bisa dipukuli, dan malah jadi ikut memiliki tato lebam-lebam. Lebih baik kita doakan. Juga terhadap orang yang tidak atau belum beragama Islam. Coba bayangkan kalau kita lahir di keluarganya, kemungkinannya kita juga tidak atau belum Islam. Doakanlah dia supaya mendapat hidayah. Kita berlomba-lomba dengan akhlak yang baik.
Saudaraku. Jadikanlah dakwah sebagai sesuatu yang membahagiakan. Yakni mengawalinya dengan kerinduan terhadap keselamatan dan kebahagiaan orang lain. Perumpamaannya, dakwah itu seperti upaya membebaskan anak yang diculik. Kita berusaha membebaskan, bukan memusuhinya. Karena “Sungguh, setan adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS. al-Isra’ [17]: 53).
Sumber : http://www.daaruttauhiid.org/artikel/read/kajian-aa-gym/224/awali-dakwah-dengan-kasih-sayang.html